Konsep Kepemimpinan Dalam Islam
Konsep Kepemimpinan Dalam Islam
Pemimpin adalah suatu lakon atau peran dalam sistem tertentu, karenanya
seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan kepemimpinan dan
belum tentu mampu memimpin. Istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan
dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang,
oleh karena itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan pemimpin.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh
pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial,
sebab prinsip-prinsip dan rumusnya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi
kesejahteraan manusia.[1]
Dalam Islam, kepemimpinan identik dengan istilah khalifah yang berarti wakil. Pemakaian kata khalifah
setelah Rasulullah SAW sama artinya yang
terkandung dalam perkataan “amir” atau pengusaha. Oleh karena itu kedua istilah
dalam bahasa Indonesia disebut sebagai pemimpin formal.
Selain kata khalifah disebut juga Ulil Amri yang satu akar dengan kata
amir sebagaimana di atas. Kata Ulil Amri berarti pemimpin tertinggi dalam
masyarakat Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah an-Nisaa’ ayat 59
yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ
وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.[2]
Setiap kepemimpinan selalu menggunakan power atau kekuatan. Kekuatan
yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang
lain.[3]
Kemampuan pemimpin untuk membina hubungan baik, komunikasi dan interaksi dengan
para bawahan dan seluruh elemen perusahaan. Kemampuan adalah persyaratan mutlak
bagi seoarang pemimpin dalam membina komunikasi untuk menjalankan perusahaan
sehingga akan terjadi kesatuan pemahaman.
Selain itu dalam kemampuan kepemimpinan akan memungkinkan seorang
pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya agar mereka mau menjalankan segala tugas
dan tanggung jawab dengan jujur, amanah, ikhlas dan professional.
Dalam Islam sendiri di dalam sejarah mengalami pasang surut pada sistem
kepemimpinannya. hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman pemimpinnya terhadap
masa depan mengenai bagaimana mengatur strategi dalam memanfaatkan potensi yang
dimiliki oleh umat dalam segala posisi kehidupan untuk menentukan langkah
sejarah. untuk itu kepemimpinan sangatlah mempengaruhi bagi kesejahteraan umat,
apakah akan mencapai suatu kejayaan atau bahkan suatu kemunduran. Karena bukan
rahasia umum lagi bahwa Islam pernah mencapai suatu masa kejayaan ketika
abad-abad perkembangan awal Islam.
Dalam Islam, seseorang yang menjadi pemimpin haruslah memenuhi enam
persyaratan, yaitu:[4]
1. Mempunyai kekuatan, kekuatan yang
dimaksudkan disini adalah kemampuan dan kapasitas serta kecerdasan dalam
menunaikan tugas-tugas.
2. Amanah, yakni kejujuran, dan control yang
baik.
3. Professional, hendaknya seorang pemimpin
menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan padanya dengan tekun dan
professional.
4. Tidak mengambil kesempatan dari posisi atau
jabatan yang sedang didudukinya.
5. Menempatkan orang yang paling cocok dan
pantas pada satu-satu jabatan.
[2]Departemen Agama
Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro,
2010), hlm. 80.
[4]Ahmad
Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah Sebuah Kajian Historis dan Kontemporer,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) hlm. 137-138.
Comments
Post a Comment