PEMBAGIAN KEWARISAN AYAH, IBU, SUAMI, DAN ISTRI


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Setiap orang yang hidup didunia tentu memiliki harta yan dimilikinya selama hidup. Meski jumlah dari setiap orang itu berbeda-beda, ada yang sedikit dan ada yang banyak, namun ketika ia meninggal tentu orang-orang yang masih menjadi kerabatnya memiliki hak atas harta tersebut. Pembagian yang terjadipun kadang tidak sesuai dengan apa yang sudah disyariatkan oleh Allah melalui ajaran dan ilmu-ilmu kewarisan Islam.Oleh karena itu, sebagai seorang muslim hendaknya menggunakan pembagian yang sesuai dengan syariat Islam. Harta warisan yang dibagikan kepada ahli waris jumlahnya bisa berbeda, karena tiap ahli waris memang memiliki porsi bagian yang sudah ditentukan oleh Allah. Dalam pembahasan kali ini, penyusun hendak membahas tentang kewarisan atau harta warisan yang akan dibagikan kepada ahli waris, terutama suami, istri, ayah, ibu, dan anak. Harta yang dibagikan harus benar-benar adil dan tidak boleh menyimpang dari apa yang sudah ditetapkan.

B.  Rumusan Masalah
1.   Bagaimana pembagian kewarisan untuk ayah, ibu, suami, dan istri itu?
2.   Bagaimana contoh pembagiannya?

C.              Tujuan Penulisan
1.   Menjelaskan tentang kewarisan untuk ayah, ibu, suami, dan istri.
2.   Memberikan contoh pembagian kewarisan ayah, ibu, suami, dan istri.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pembagian Warisan Ibu, Ayah, Suami dan Istri
1.   Pembagian Warisan Ayah dan Ibu
Ibu adalah wanita yang melahirkannya, baik melalui perkawinan yang sah ataupun tidak. Semuanya adalah anak dari ibu yang melahirkannya. Ayah  adalah suami dari ibu yang melahirkannya. Dengan syarat proses kelahirannya disebabkan perkawinan yang sah. Jika terjadi kelahiran seorang anak dari istiri yang sah, tetapi proses pembenihannya melalui zina atau bayi tabung, maka anak itu hanyalah anak dari ibu yang melahirkannya, bukan anak dari suaminya. Dengan demikian tidak ada hubungan nasab anak itu dengan suami ibunya.[1]Dasar hukumnya : Q.S An-Nisa ayat 11
وَلأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَحِدٍ مِّنهَا السُّدُسُ مِمّاَ تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌۚۚفَاِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أبَوَاهُ فَلُأمِّهِ الثُلُثُۚۚفَاِن كَانَ لَهُ اِخْوَةٌفَلأِمِّهِ السُدُسُ.
Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam....

      a.      Bagiannya warisan ayah sebagai berikut :
1)      1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki.
2)      1/6 dan ashobah, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan tanpa ada yang laki-laki.
3)      Ashobah, jika tidak ada anak atau cucu.
 warisan Ibu sebagai berikut:
1)           1/6 jika ada anak atau cucu.
2)           1/6 jika ada saudara lebih dari satu.
3)           1/3 jika tidak ada anak atau cucu atau saudara lebih dari satu.[2]
       b.     Hajib dan Mahjub (menghalangi dan terhalangi)
1)     Ayah adalah hajib bagi seluruh ahli waris kecuali anak, ibu, suami atau istri dan nenek dari pihak ibu. Ayah tidak dapat mahjub oleh siapa pun.
2)     Ibu adalah hajib bagi nenek dari pihak ibu, nenek dari pihak ayah. Ibu tidak dapat mahjub oleh siapapun. Tetapi, ia bisa mahjub secara hajib nuqshonoleh anak, cucu dan saudara dua orang atau lebih.[3]
Contoh
1). Ahli waris :
a)     Ibu mendapat 1/6 karena ada anak.
b)     Ayah mendapat 1/6 karena ada anak.
c)     Dua anak laki-laki mendapat sisa 4/6, sebagai ashobah dan dibagi sama banyak.
d)     Saudara laki-laki mahjub oleh anak, ayah.
e)     Nenek, mahjub oleh ibu.
2).  Ahli waris:
a)     Ibu mendapat 1/6.
b)     Ayah mendapat 1/6 dan sisa.
c)     Dua anak perempuan mendapat 2/3.
d)     Dua saudara laki-laki mahjub oleh ayah.
e)     Cucu perempuan mahjub oleh dua anak perempuan.

2.   Pembagian Warisan Suami dan Istri
a.      Dalil Pembagian Warisan Suami dan Istri
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلاَلَةً أَو امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ فَإِن كَانُوَاْ أَكْثَرَ مِن ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاء فِي الثُّلُثِ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ وَصِيَّةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ -١٢
Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.

b.   Pembagian Kewarisan Suami
Dalam pembagian hak waris suami memiliki dua keadaan yaitu:
1)   Mendapat bagian setengah jika tidak anak, anak dari anak laki-laki terus ke bawah. Perempuan yang meninggalkan suami, saudarasekandung, maka suami mendapat setengah sisanya untuk saudara laki-laki.
2)   Mendapat bagian seperempat jika bersama anak, atau anak dari anak laki-laki, terus kebawah. [4] 
c.   Pembagian Kewarisan Istri
Dalam pembagian hak waris istri mempunyai dua keadaanya itu:
1)   Mendapat seperempat, ketika tidak ada ahli waris garis anak-anak, anak dari anak laki-laki terus kebawah.
2)   Mendapat seperdelapan. Yaitu istri dengan ahli waris garis anak-anak, anak dari anak laki-laki terus kebawah.[5]

B.  Contoh Pembagian Warisan Ayah atau Ibu dan Suami atau Istri
Bila harta tidak terbagi habis diantara ahli waris dzaul furudh sedangkan ahi waris yang tidak memunyai bagian tertentu ada yang berhak atas sisa harta itu, maka kelebihan harta itu diberikan kepada ahli waris yang berhak atas sisa harta itu secara pembagian yang bersifat terbuka.
Contoh: ahli waris yang ada terdiri dari ibu, istri, 2 anak perempuan. Harta yang ditinggalkan adalah Rp 240.000.000,00. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
·       Untuk ibu                               : 1/6 = 4/24 (karena ada anak)
·       Untuk istri                             : 1/8 = 3/24 (karena ada anak)
·       Untuk 2 anak perempuan      : 2/3 = 16/24
Total                                      :           23/24
Sisa                                        : 24/24 – 23/24 = 1/24

·       Untuk ibu                               : 4/24 X 240.000.000 = 40.000.000
·       Untuk istri                             : 3/24 X 240.000.000 = 30.000.000
·       Untuk 2 anak perempuan      : 16/24 X 240.000.000 = 160.000.000
Total                                                                          = 230.000.000
Sisa                                        : 240.000.000 – 190.000.000 = 10.000.000
Kemudian sisa pembagian harta yang ada dikembalikan kepada ahli waris karena terjadi radd. Jadi sisa harta tersebut dibagi rata kepada seluruh ahli waris, yaitu:
·       Ahli waris                   : 4
·       Jumlah harta               : 10.000.000
·       Maka                           : 10.000.000 : 4 = 2.500.000
Jadi setiap ahli waris menerima tambahan sebesar Rp 2.500.000,00. Dengan perincian:
·       Untuk ibu                                : 40.000.000 + 2.500.000 = 42.500.000
·       Untuk istri                              : 30.000.000 + 2.500.000 = 32.500.000
·       Untuk 2 anak perempuan       : 160.000.000 + 5.000.000 = 165.000.000


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari paparan yang telah disampaikan maka dapat disimpulkan:
1.   Warisan ayah sebagai berikut :
a.       1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki.
b.       1/6 dan ashobah, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan tanpa ada yang laki-laki.
c.       Ashobah, jika tidak ada anak atau cucu.
2.    Warisan Ibu sebagai berikut:
a.        1/6 jika ada anak atau cucu.
b.       1/6 jika ada saudara lebih dari satu.
c.        1/3 jika tidak ada anak atau cucu atau saudara lebih dari satu.
3.           Warisan suami sebagai berikut:
a.   1/2  jika tidak anak, dan anak dari anak laki-laki terus ke bawah.
b.   1/4 jika bersama anak, atau anak dari anak laki-laki, terus kebawah.
4.           Warisan Istri sebagai berikut:
a.   1/4, ketika tidak ada ahli waris garis anak-anak, anak dari anak laki-laki terus kebawah.
b.   1/8, ketika  istri bersamaahli waris garis anak-anak, anak dari anak laki-laki terus ke bawah.
c.    
B.  Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah tentang “Pembagian Waris Bagi Ayah, Ibu, Suami dan Istri”  ini masih  jauh dri kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga makalah yang kami susun ini dpat bermanfaat dan menambah wawasan kita seputar pembagian warisan bagi ayah, ibi, suami, dan istri.





Daftar Pustaka
Nasution, Amin Husein. 2012. Hukum Kewarisan.  Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Maruzi, Muclich. 1981. Pokok-pokok Ilmu Waris. Semarang: MUJAHIDIN.
Rofiq, Ahmad.  Fiqh Mawaris. 1993. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Az-Zuhaili, Wahbah.  2007.  Fiqih Islam wa Adilatuhu,  jilid 10.Depok: Gema Insani.



[1] Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), 120-121.
[2]Muclich Maruzi, pokok-pokok ilmu waris, ( Semarang: MUJAHIDIN, 1981), 37.
[3]Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, ( Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 1993), 72.
[4]Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, jilid 10, (Depok: Gema Insani, 2007),394.
[5] Wahbah az-Zuhaili, . . 397.

Comments

Popular posts from this blog

TUMBUHAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN SAINS

KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN (Pengertian, Teori, dan Tipe Kepemimpinan)

Metode Pembelajaran Card Short dan Role Playing (Karakteristik, Langkah-langkah, Kelebihan dan Kekurangan)